33 Tahun Melayani
Ditulis oleh Tim Pengembang Pendidikan Sekolah Immanuel
Umur 33 tahun bukan lagi umur muda bagi
sebuah sekolah, sudah banyak rekam jejak dan kontribusi bagi masyarakat
tentunya. Di umur yang ke 33 tahun ini sekolah Immanuel sudah banyak sekali
menorehkan prestasinya, dari unit TK hingga SMA, entah sudah berapa piala dan
medali yang dipajang di lemari kaca sekolah. Namun dibalik kesuksesaannya
sekolah Immanuel mempunyai cerita yang mengharukan serta membanggakan, dibalik
cerita itu adalah Sungateno, dia adalah sosok dibalik perjuangan Sekolah
Immanuel. Betapa tidak, ia sudah 33 tahun mengabdi untuk Immanuel dibagian Tata
usaha unit SMP sejak tahun 1983 yaitu awal mula adanya sekolah ini. Pria paruh
baya ini sudah berumur lebih dari 60 tahun tapi semangatnya untuk tetap di sekolah
Immanuel tetap ada hingga saat ini.
Dimulai dari tahun
76 setelah keluar dari SMEA (Sekolah Menengah Ekonomi Atas) Sungateno memilih
untuk langsung bekerja, karena tidak bisa melanjutkan sekolah di bangku kuliah.
Tahun 77 ia melamar bekerja di sekolah IMKA sebagai pegawai tata usaha. Di tahun
82 ia bekerja sebagai TU di dua sekolah yang berbeda yaitu IMKA dan SMP
Nusantara. “Ya saat itu kalo pagi saya ke IMKA, kalo sore saya ke SMP
nusantara” katanya. Pria yang saat ini sudah mempunyai 2 orang anak dan 1 cucu
ini akhirnya memilih keluar dari kedua sekolah tersebut dan melamar menjadi TU
di sekolah Immanuel. “saya ditawari teman untuk melamar bekerja di immanuel, ya
saya coba saja.” Bukan sebuah kebetulan Sungateno akhirnya di terima di
Immanuel, yang saat ini Sungateno menjadi TU pertama dan satu-satunya yang
mengurusi administrasi siswa dari mulai unit TK sampai SMA. “Saat itu kepala
sekolahnya juga masih satu, ibu Lidia namanya.” Memang saat itu Sekolah masih
dipegang oleh satu kepala sekolah dan semua administrasinya masih menjadi satu.
Waktu 33 tahun
bukanlah waktu yang singkat untuk terus tekun di satu pekerjaan apalagi
Immanuel yang merupakan sekolah kristen. “ya walaupun berbeda kepercayaan saya
kerasan disini karena disini semua sangat menghargai perbedaan dan penuh
kasih.” Sekolah Immanuel memang seyogyanya tidak pernah memandang beda sebuah
perbedaan malahan itulah yang membuat pelayanan sekolah ini menjadi lengkap dan
kuat. Saat di wawancarai pun Sungateno memberikan beberapa kiat-kiat untuk bisa
tekun dalam bekerja, ia selalu menerapkan hati yang rukun dan kasih kepada
semua teman kerjanya di sekolah dan itulah yang hingga sampai sekarang ia tetap
nyaman berada di immanuel. Bahkan ia tidak pernah ribut atau punya masalah
dengan rekan kerjanya.
Walaupun sebagai TU
yang tidak begitu sering bertemu dengan siswa Sungateno tetap memposisikan
dirinya sebagai pendidik. “saya TU disini, tapi walau begitu saat saya bertemu
dengan murid-murid saya menganggap mereka seperti anak saya sendiri.” Salah satu
wali murid SMP juga menegaskan hal ini, ia menceritakan betapa kagumnya akan
sosok Sungateno yang tidak pernah marah dan penuh kasih kepada anaknya. “Anak
saya kadang bandel, saya pernah bilang anak saya nakal tapi malah saya di
marahi pak no. pak no bilang jangan pernah keluar ucapan negatif kepada anak.”
Ujar salah satu wali murid yang tidak ingin disebut namanya.
Diusianya yang
sudah tidak muda Sungateno tetap memiliki harapan untuk Immanuel, ia berharap
Immanuel tetap menunjukkan eksistensinya dikalangan masyarakat kota Batu yang
sekarang mulai diakui namanya dan tetap menjadi berkat.
“kalo masih dipercaya untuk menjadi TU
disini, saya akan tetap disini.” Sungateno diakhir pembicaraannya dengan
redaksi…
Tidak ada komentar